Cerita Paknai

Malam sudah larut. Hujan mengetuk-ngetuk kaca jendela kamar Rafie, menambah sunyi yang enggan beranjak dari sudut ruang sempitnya. Cahaya ku...

Hujan baru saja reda, meninggalkan jejak genangan di pinggir jalan yang memantulkan sinar matahari sore. Wawan melirik jam tangannya, angka...

Bunyi piring jatuh memecah hening di dapur. Bapak berbalik cepat, tatapannya tajam seperti pisau yang menusuk ke punggung anak laki-lakinya....

Hujan turun deras di kampung Lenggang, membuat jalan setapak berlumpur dan licin. Di tengah hiruk-pikuk suara hujan, Rianto bergegas melinta...

Langit di atas Kampung Lembang menggantung berat, seakan menyimpan rahasia gelap yang siap pecah kapan saja. Di pekarangan rumah kecilnya, ...

Angin malam menyelinap lewat celah jendela ruang tamu yang setengah terbuka. Hening. Hanya bunyi jam dinding yang berdetak pelan menemani A...

Hujan turun deras siang itu, membasahi rerumputan liar di pekarangan belakang. Tangan Ilham yang berlumur lumpur menggenggam sebuah cetok ke...

Langit di atas sekolah itu kelabu. Angin sore menderu di antara pohon-pohon akasia, menghempas dedaunan kering ke tanah berkerikil. Raka ber...

Langit merah tembaga membakar senja di atas desa itu, melukis bayang-bayang panjang di jalanan sempit yang berdebu. Seseorang berdiri di te...

Di lorong pasar yang basah oleh sisa hujan dini hari, Darto berdiri terpaku. Jaket kusamnya sudah terlalu tipis untuk melawan dingin yang m...

Angin sore membawa serpihan debu ke beranda kecil itu, sementara Anisa menggenggam erat tangan Farel. Mereka duduk di anak tangga depan rum...

Sore itu, suara denting sendok yang mengenai piring menggema di ruang makan. Udara terasa berat, dipenuhi dengan aroma sayur asem yang seha...

Langit pagi berwarna abu-abu di atas Sekolah Negeri Tunas Harapan. Hujan turun rintik, dan udara membawa aroma tanah basah ke ruang guru. Di...