n1ljWYmZyLaHa1TMPYBBtiqVcQolSr0KLMIOwgVb

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Mengenai Saya

PULANG SEKOLAH

PULANG SEKOLAH
Di Posting Oleh : PAKNAI
Kategori : Cerita

Pulang sekolah, berbohong, bohong

"Sekali kamu berbohong, seumur hidup orang tidak percaya." pesan mamak. Pesan ini disampaikan saat aku pertama kali pulang kerumah lebih cepat dari jadwal sekolah. Pesan itu masih membekas hingga saat ini. 

Pengalaman pertama permisi pulang dari sekolah terjadi saat aku kelas 2 SMP. Sebelumnya, aku belum pernah melakukan hal itu, bahkan memikirkannya pun tidak. Saat itu teman-teman di kelasku sering melakukannya secara bergantian. Ada yang permisi karena sakit (saat itu di sekolahku tidak ada ruang UKS), ada juga yang karena ada acara keluarga, dan bahkan ada yang tidak permisi sama sekali (cabut atau bolos dari sekolah).

"Jika pulang kerumah, apa yang akan ku lakukan?" Pikirku. Aku tidak mengerti dimana letak kenikmatan bolos sekolah dan duduk di satu tempat menunggu waktu bel pulang sekolah berbunyi. "Kalau tetap tidak bisa pulang kerumah, kenapa tidak bertahan aja di sekolah?" Bagiku, pulang dari sekolah ya kerumah. Tidur, kalau pun mau main bisa dilakukan setelah itu.

 Tapi, hari itu aku tidak bisa menolak godaan untuk permisi pulang dari sekolah. Perutku sakit dan sepanjang pelajaran aku hanya meringis menahankan sakitnya. Pada jam pertama pelajaran aku masih bisa bertahan. Namun, pada jam ke-3, guru yang mengajar tidak sengaja melihat wajahku yang pucat.

"Ga betul kau ini, bereskan barangmu dan istirahat dirumah." katanya.

aku pulang kerumah dan memanfaatkan kesendirian dirumah dengan tidur.

suatu hari, aku merasa malas bersekolah. malamnya memang aku begadang. untuk izin pada mamak ga pergi kesekolah aku ngga berani. dan bolos bukanlah jalan ninjaku. aku berpikir untuk permisi pulang nanti dari sekolah di jam pelajaran ke-dua. dengan alasan yang sama dengan yang pernah ku dapatkan sebelumnya. aku mulai menyusun strategi berakting.

sesekali aku mengeraskan suara meringis sambil memegang perutku. kalimat yang ku tunggu-tunggu keluar dari mulut pak guru saat itu. "bereskan barangmu dan istirahat di rumah."

saat itu aku merasa senang karena merasa bisa mengelabui guruku. aku yang sebenarnya tidak sakit, bisa permisi pulang lebih dulu karena berakting sakit dengan sempurna. sejak saat itu beberapa kali karena malas bersekolah, aku menggunakan strategi yang sama untuk bisa pulang lebih dulu.

kenakalanku memuncak saat SMA kelas 2. saat itu aku sudah mulai terpengaruh kawan-kawan untuk nongkrong di jam sekolah. namun, bolos bukan cara yang kupilih untuk tidak bersekolah. 'buat apa bolos kalau masih menyimpan rasa takut karena masih menggunakan seragam dan menenteng tas sekolah." dengan strategi yang sama, aku mengelabui guru-guru ku pada saat itu. Meski setelah pulang kerumah aku hanya mengganti pakaian kemudian pergi bersama kawan-kawan untuk nongkrong. Akting sakit perut dan sakit gigi adalah pilihan yang berhasil.

Meski berbohong, aku menggunakan pilihan ini sebagai alat untuk memuluskan tujuanku. menurutku pada saat itu, jika memilih sakit perut atas sakit gigi, guru tidak punya cara untuk memeriksanya. sedangkan jika menggunakan sakit kepala sebagai alasan, guru akan gampang mendeteksi kebenarannya dengan meletakkan punggung tangan di dahi.

Kemudian dari pengalaman berbohong ini, aku mendapat pelajaran bahwa. muka pucat juga bisa dibuat-buat. tanpa make up. aku hanya meringis-ringis ngga jelas dan memusatkan pikiran seolah-olah perutku memang sakit. hanya butuh waktu 30 menit melakukan akting tersebut. maka wajah pucat akan terbentuk. dan dari pengetahuan itu, aku jadi bebas untuk memilih kapan saja aku mau pulang cepat dari sekolah.

Pernah suatu hari. saat akan permisi pulang kepada guru yang sedang mengajar. salah seorang temanku protes. "Ga betul itu bu. sering kali dia permisi pulang." katanya.

Guruku yang mendengar hal itu kemudian menatapku tajam. namun, dia tetap memberikan izin karena dia melihat wajahku yang pucat memang menggambarkan orang sedang kesakitan.

Hari itu masih jam 10 pagi. Setelah melancarkan aksiku di sekolah, aku pulang kerumah, aku terkejut melihat pintu rumah terbuka. "Assalamu'alaikum." salam yang biasa ku ucapkan saat memasuki rumah.

"Waalaikum salam. Kenapa pulang cepat?" kata mamak yang melihatku ada di halaman rumah dengan seragam lengkap menggendong tas. 

Aku heran kenapa mamak sudah ada dirumah. Padahal, pagi tadi kami sama-sama berangkat dari rumah. Mamak ke kantor, dan aku ke sekolah.

Aku kemudian memberitahu alasanku kenapa pulang lebih cepat. Dan tanpa menaruh curiga dia kemudian menyuruhku untuk istirahat di kamar.

Minggu berikutnya pengalaman yang sama terjadi lagi. Mamak sudah dirumah saat aku pulang dari sekolah. begitu juga dengan minggu-minggu berikutnya. Awalnya mamak tidak menaruh kecurigaan padaku. tapi aku yang bosan harus tidur-tiduran sejak mamak ada dirumah, kemudian menunjukkan tujuan sebenarnya.

aku menyusun sandiwara berikutnya. setelah sampai dirumah, aku istirahat di kamar selama 15 menit. kemudian mengganti pakaian dan permisi sama mamak untuk keluar. Kali itu mamak cuma mengingatkan kalau aku sedang sakit.

"udah sembuh mak." kataku sambil keluar dari rumah.

Sejak saat itu mamak mulai menaruh curiga. Dia mulai memperhatikan setiap kali aku pulang kerumah lebih cepat. Namun, aku yang sudah pengalaman dalam sandiwara ini sudah menyiapkan gestur terbaik bagi seorang yang sedang sakit perut. sebagai penangkal dari kecurigaannya.

Hingga suatu hari, saat aku hendak pergi setelah istirahat sebentar. dia memanggil.

"Don, kepercayaan itu seperti benang jahit ini." katanya sambil menunjukkan gulungan benang yang dipegangnya. "sekali di gunting, ga bisa dikembalikan ke bentuk semula. Sekali kamu berbohong, seumur hidup orang tidak percaya." katanya.

Aku merasa sandiwaraku sudah terbongkar. "Iya mak." kataku menunduk dan tetap pergi keluar.

sejak saat itu aku mengurangi intensitas untuk permisi dari sekolah untuk pulang lebih awal. kata-kata mamak begitu membekas, dan aku tidak mau sandiwara itu terbongkar sehingga aku harus menanggung malu berkepanjangan.

Tibalah saatnya aku kuliah di luar kota. Hari itu aku merasakan sakit pada perutku yang tidak tertahankan. Ini bukan sandiwara. Kawan-kawan di kos kemudian berinisiatif membawaku ke rumah sakit. aku hanya terdiam saat dokter memvonis aku menderita sakit usus buntu dan harus segera di operasi.

Pada saat itu aku tidak menolak saran dokter untuk operasi segera. saat persiapan menjelang operasi. aku hanya memikirkan 2 hal. apakah memang ini akibat dari sandiwaraku selama ini yang memfokuskan rasa sakit pada perutku? atau memang sakit ini sudah ada dari dulu saat aku masih bersekolah, sehingga aku mudah untuk improvisasi saat menyusun sandiwaraku?

Aku tidak menemukan jawabannya, namun sejak saat itu aku belajar untuk tidak membuat alasan-alasan yang aku tidak mau mengalaminya di kemudian hari.


Related Posts
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Posting Komentar

Sticky Note