Di Posting Oleh : PAKNAI
Kategori : Kita
Aku sedang berada pada sebuah pertemuan saat HP ku berdering. Saat ku angkat telpon itu, suara yang penuh rasa kesal keluar dari seberang sana. "Hallo.. Apa iya tidak ada kartu keluarga yang dipegang kepala lingkungan X?" tanya orang dari seberang sana.
"Menurutku pak, mana ada kepala lingkungan yang tidak memegang Kartu Keluarga." kataku.
"aku cuma memastikan itu aja pak. karena barusan adek ku melapor setelah menjumpai kepala lingkungan untuk minta bantu terkait pekerjaannya. beliau bilang tidak ada memegang KK warga." lanjutnya.
Setelah menyelesaikan keluhannya, telepon kemudian ditutup.
Aku tidak mengerti apa yang baru saja terjadi diantara mereka. Dan, yang lebih tidak ku mengerti adalah kenapa bapak itu menelponku hanya untuk menanyakan hal yang bukan kapasitasku menjawabnya.
Mereka sesama kepala lingkungan. dan aku hanya bagian dari lingkaran pertemanan mereka karena aku sering mengantar dan menjemput istri ke kantornya.
Istriku bekerja di kantor kelurahan. Sehingga memaksaku untuk sering berkomunikasi dengan mereka. Dan waktu serta intensitas pertemuan itu membuat kami semakin akrab.
Orang yang menelponku barusan adalah kepala lingkungan di tempat ku tinggal. Dia termasuk orang yang dituakan diantara 12 kepling yang ada dikelurahan itu. Tutur katanya selalu teratur dan lemah lembut. Kebiasaannya, suka melemparkan jokes-jokes abstrak yang memaksa orang disekitarnya berfikir dahulu sebelum tertawa. Dan, tidak jarang tawa itu lepas setelah dia melemparkan jokes berikutnya.
Tapi, kali ini jokes itu tidak ada. Topik Yang dia bicarakan adalah hal yang berbeda dari biasanya. Aku menangkap rasa tersinggung dan tidak dihormati dari nada bicaranya. Saat dia bilang "Padahal, kemarin kami sudah jumpa. dan ku bilang untuk bantu ito itu nanti. dan dia menjawab iya amang boru." katanya.
Aku dibawa kembali untuk mengingat pengalamanku sebelumnya. Pengalaman pada orang yang sama dengan yang beliau bicarakan. Orang yang kuanggap teman dekat, tapi..
Saat itu aku sedang tugas verifikasi. setelah keliling seharian di lingkungan beliau. aku memutuskan untuk mendatanginya selaku kepala lingkungan. Aku meminta izin pada beliau untuk menandatangani beberapa surat yang menandakan bahwa aku sudah melakukan tugas di lingkungannya. Sebab, beberapa orang yang namanya tertera di lembaran kerjaku tidak dapat ku temui. aku meminta tanda tangan beliau yang menandakan bahwa aku sudah melakukan tugasku.
"itu rumahnya, datangilah, atau telpon aja yang bersangkutan." katanya menolak permintaanku.
"bg, kurasa bukan jawaban seperti itu yang kuharapkan saat datang kesini. kalau tadi mereka ini ada dirumahnya atau paling tidak bisa ku telpon. aku juga ga akan minta tanda tangan abg." kataku.
"aku, ketika menerima pekerjaan berusaha untuk bertanggung jawab dengan menyelesaikannya." balasnya.
"dan, aku mempermudah pekerjaan yang ku lakukan dengan penuh rasa tanggung jawab." potongku. "hanya orang bodoh yang mau mempersulit dirinya sendiri disaat aturan memberi kemudahan." lanjutku.
Peristiwa itu membuatku kesal padanya. orang yang sehari-hari sering bersama denganku, membicarakan banyak hal sampai pada hal-hal yang bersifat pribadi. Ternyata tidak bisa memberi sedikit kemudahan ketika dia punya kuasa untuk itu.
Sekarang kejadian itu berulang. Dan aku yang saat ini menjaga jarak dengan beliau mendengar langsung dari sesama koleganya kepala lingkungan.
Aku sempat berfikir. bagaimana jalan pikiran kawan ini. kenapa dia begitu berat untuk membantu orang lain. Apakah dia beranggapan bahwa orang yang menempuh jalan mudah itu adalah orang yang tidak bertanggung jawab? atau, Apakah memang dia merasa cemburu pada mereka yang melakukan pekerjaan itu?
Sejak saat itu aku menjaga jarak dengan beliau. Dia yang dulunya sering datang kerumah untuk menunggu azan isya, tidak pernah datang lagi. Mungkin sudah merasa bahwa aku tidak nyaman duduk bersamanya.
aku yang dulu sering datang kerumahnya hanya sekedar cerita-cerita. Sekarang mempantangkan diri untuk kesana. Bahkan, dulu aku suka memperbaiki pakaian yang sedikit rusak atau memotong celana padanya, sekarang memilih untuk ke tempat lain.
Aku merasa cara yang dilakukannya dengan mempersulit orang lain adalah alasan kenapa sampai sekarang dia merasakan kesulitan yang sama pada dirinya sendiri. dan aku tidak mau berada disamping orang seperti itu. Sedangkan Allah memberi kemudahan pada hambanya, lalu siap kita yang suka mempersulit orang lain?
Posting Komentar
Posting Komentar