Di Posting Oleh : PAKNAI
Kategori : Cerita Kita
Aku menyempatkan diri untuk melihat story kawan-kawan saat membuka aplikasi pesan WA. Namun, Kali ini aku menyesal melihatnya. Seandainya aku punya kekuatan, ingin rasanya masuk ke mesin waktunya doraemon dan kembali ke 10 menit sebelumnya.
Aku merasa tidak enak. Aku sudah membaca keluhan-keluhan yang mereka tuangkan ke dalam story. Tidak sedikitpun ada keinginan untuk memberi respon. Aku sudah siap dengan konsekwensinya, dianggap tidak memiliki empati saat mereka melihat namaku ada pada daftar orang yang sudah melihat Story tersebut.
Memang allah sudah bilang dlm Al Qur'an bahwa sifat manusia itu selalu berkeluh kesah. Tapi Allah ga bilang klo keluhan itu akan disiarkan kemana-mana.
Aku pernah menanyakan ini pada temanku; "Bagaiamana kalau kamu dicap sebagai orang yang suka mengeluh? apakah kamu suka?"
Dia mengelak dengan pertanyaan tersebut. "siapa yang suka mengeluh?" katanya. "itu bukan keluhan, itu pernyataan sikap." lanjutnya.
dalam hati aku menyangkal "Sekarang pernyataan sikap sudah berubah ke gaya melankolis ya. Dan bila saja mengeluh ini dibayar, mungkin mereka akan menjadi orang terkaya di dunia versi FORBES."
Mungkin kamu berfikir untuk memperbaiki keadaan. Temanmu tidak sepantasnya menghianatimu. Kantor harusnya menjadi lingkungan yang sehat untuk bekerja. Rumah yang semestinya menjadi pilihan terbaik untuk menenangkan diri, dan lain sebagainya. Kamu merasa suaramu pantas untuk didengar. Lalu kamu mempostingnya di media sosial dengan harapan orang yang kamu maksud mengerti saat membaca tulisanmu.
Namun, bagaimana orang yang kamu tuju bisa mendengar perkataan mu jika tidak disampaikan. hei.. istrimu juga ga tau kalau punggungmu gatal kalau tidak kamu beritahu!
Tapi, apakah keluhan yang katanya pernyataan sikap itu cukup?
Aku pernah mengalami satu momen dimana aku sangat ingin mengeluh. Aku sudah menuliskan kalimatnya dalam pembaruan media sosialku, tapi tulisan itu ku hapus sebelum diposting.
Penghujung 2022 aku berkesempatan untuk mengadakan event. Menyantuni anak yatim di se-kabupaten. Kami berkeliling menjumpai tokoh masyarakat dan pemerintahan. Ada yang mendukung dan ada yang ragu dengan kapasitas kami.
Masalah dukung mendukung ini tidak jadi masalah besar bagi kami. Sebab apapun yang mereka katakan tidak akan mengurangi tekad kami untuk tetap bergerak.
Permasalahan muncul saat mencari dana. Beberapa orang yang awalnya mendukung menunjukkan sikap "oleng"nya. dengan berbagai alasan. Dia tidak masalah dengan kegiatan seperti itu. Tapi untuk membantu dana, berbagai macam alasan dikeluarkan.
Aku nyeletuk dan bilang pada kawan sesama panitia, kayaknya enak ini buat story. "ntah bisanya anak yatim ini kenyang dengan membaca nama mereka aja ya?" Sambil mengetikkan kalimat tersebut di pembaruan media sosialku. "Biar mereka yang mencantumkan nama disini merasa tersindir." kataku.
Ketua panitia langsung menimpali. "jangan pulak kau pikir karena kau ada disini maka acara ini lancar bro. niat kita sama-sama karena Allah."
Jleb. aku yang sudah menulis kalimat itu merasa tertampar dan segera menghapusnya. aku sudah salah niat. pikirku.
satu hari sebelum hari H dana yang terkumpul memang tidak cukup untuk memberikan santunan itu. sampai sore kami masih berkeliling mencari donatur. Qadarullah, kami harus merubah strategi agar acara besok tidak mengecewakan banyak pihak.
Malam saat kami sedang mempersiapkan tempat acara. Seorang kawan menelpon, "gimana keuangan klian, apakah sudah cukup?" katanya.
"Bicara sama ketua panitia aja langsung bro, ini orangnya." Kataku sambil menyerahkan hp ke tangan si ketua panitia.
Mereka bicara cukup lama. Aku melanjutkan pekerjaan persiapan tempat acara.
Setelah pembicaraan itu, ketua panitia menemuiku dan menyebutkan satu nama. "kau kenal siapa dia?"
"aku tahu," Jawabku.
"Dia udah transfer 20jt ke rekeningku bro." Katanya kemudian.
Segera kami sujud syukur. "Setelah kesulitan ada kemudahan bro." Katanya melanjutkan pembicaraan kemudian.
Dalam hati aku hanya bersyukur tidak jadi memposting keluhan di media sosialku sebelumnya. Sebab aku mengenal orang yang mentransfer uang itu tidak suka membaca keluhan-keluhan di media sosial.
Allah tidak melarang sesuatu melainkan ada sesuatu yang lain sebagai gantinya. Allah larang keluh kesah agar kita belajar bersabar. dan Allah menjanjikan pertolongan itu bagi orang yang sabar.
Posting Komentar
Posting Komentar