n1ljWYmZyLaHa1TMPYBBtiqVcQolSr0KLMIOwgVb

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Mengenai Saya

Melakukannya Saja Berat, Apalagi ....

Melakukannya Saja Berat, Apalagi ....
Di Posting Oleh : PAKNAI
Kategori :

lebih sulit memikirkan daripada melakukan

Melakukan saja itu artinya...

Tidak ada arti spesifik tentang hal itu. Lakukan saja. Apa susahnya melakukannya saja? Kamu hanya perlu menggerakkan tangan dan kakimu. Abaikan sebentar perbincangan di otakmu. Bagaimana jika ini, bagaimana jika itu? Apa artinya bagaimana jika, jika kamu tidak melakukan sesuatu?

Hal yang paling berat bagi ku adalah melakukan. Merasa pintar itu ternyata membuat perasaan menjadi tidak nyaman. Terlalu sering memberi solusi pada permasalahan orang lain. Sehingga timbul rasa malu bertanya untuk sekedar mencari insight solusi dari masalah yang sedang dihadapi. Aku mengalami masa-masa kemandekan dalam mencari solusi.

bayangkan jika...
kemudian,..
lalu...

Itulah template pertanyaan yang sering ku gunakan untuk mencari solusi permasalahan orang lain. Tapi, ternyata jika dikerjakan sendiri, template tersebut tidak berguna. Aku merasa mandeg, bahkan untuk membayangkan pun, pikiranku sudah bercabang kemana-mana.

Itu masih dalam proses membayangkan.

Belakangan aku mendapat saran dari sebuah buku. katanya "jika kamu tidak dapat membayangkan kedepan menjadi apa, berarti masalahmu belum mendapat prioritas."
Prioritas yang membuat orang merasa seolah-olah sudah berada disana dan dia dapat membayangkan bagaimana akhir dari kisah ini.

Aku belum sampai pada tahap itu.

Lama aku membayangkan membangun rumah baru bagi keluargaku. tapi aku belum selesai dengan berapa jumlah kamarnya, apa-apa saja yang menjadi interiornya, dan apa saja yang akan aku lakukan disana.

Mengacu pada pernyataan pada buku tersebut, pikiranku kemudian dibenturkan dengan pertanyaan, "Bagaimana kamu bisa membangun rumah, jika memang kamu tidak tahu apa yang akan kau lakukan disana?"
kemudian, muncul sebuah tudingan dari sudut pandang pikiran yang lain, "Kamu masih belum memprioritaskan membangun rumahmu. Kamu hanya mencari pelarian dari masalah banjir yang kau rasakan, saat air mulai masuk ke rumahmu."

Ya, rumah yang ku tempati sekarang sering terkena banjir saat hujan turun. Dan saat itu terjadi, maka bayanganku akan kembali pada rumah yang akan ku bangun itu. Tapi, ketika banjir telah reda, perlahan bayangan itu hilang. Aku kembali merasa nyaman dengan rumah ini.

Lalu bagaimana aku akan sampai dalam membentuk rumah baru ini?

Mungkin kamu juga menginginkan hal yang sama dengan ku, tapi dengan alasan berbeda. Bahkan untuk satu item saja, kita sering berubah-ubah niatnya. Terkadang rumah yang ingin ku bangun ini diniatkan sebagai bentuk bahwa aku sudah mapan, terkadang menunjukkan kesuksesan dan kemapanan, dan lain sebagainya.

Jadi, kesimpulannya rumah ini belum menjadi kebutuhan. Padahal yang Allah jamin itu kebutuhan, bukan keinginan. Lalu bagaimana cara merubah sesuatu itu menjadi kebutuhan sehingga lebih mudah untuk memperolehnya dengan ijin Allah?

Aku tahu ini ada ilmunya. Namun jawabanya masih menjadi tanda tanya bagiku. Karena segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah atas ilmunya Allah dan Allah akan memberikan ilmu itu bagi mereka yang berpikir.

Aku merasa ini harus dicari, agar setiap orang kaya menjadi seperti usman bin affan, abdurrahman bin auf, saad bin muadz, yang rela membantu dakwah rasulullah dengan hartanya.

Apakah memperolehnya bisa dengan amalan? Seperti amalan yang diajarkan oleh mereka-mereka yang menggandrungi tasawuf?

Aku pikir konsep nya tidak seperti itu. Karena ini tentang mindset seorang muslim. Seorang muslim yang merasa bahwa apapun yang Allah takdirkan harus diterima dan apapun yang belum Allah berikan harus dikejar.
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Posting Komentar

Sticky Note