n1ljWYmZyLaHa1TMPYBBtiqVcQolSr0KLMIOwgVb

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Mengenai Saya

Mewariskan Kayu Bakar

Mewariskan Kayu Bakar
Di Posting Oleh : PAKNAI
Kategori : Cerita


"Yang benar aja kau bang. Aku menitipkan bungkusan itu bukan untuk kau buka!" Tessa menghardik abangnya.

"Kita harus ikut syariat dek. Dan kau tahu kita bisa berdosa kalau melanggarnya." jawab si abang kemudian.

"Kau bawa-bawa syariat dengan melanggar syariat. Sejak kapan syariat membenarkan kita memeriksa barang titipan tanpa izin pemiliknya? Kalau memang kau mau, bilang aja. Jangan bawa-bawa hukum agama yang kau langgar sendiri!" lalu segera Tessa menutup telpon.

Air mata Tessa mengalir deras. Ia tak menyangka orang yang selama ini dia kagumi, orang yang membawanya ke jalan hijrah ternyata mengecewakannya. "mak, baru tiga hari kau pergi, tapi aku sudah berani menghardik abang." bisiknya dalam kesendirian.

HP Tessa berdering kembali. Tulisan Abang tertera di layar HP itu. Tessa memilih untuk membiarkannya. "untuk apa lagi dia menelpon. Paham agama tapi mempermainkannya." umpat tessa.


3 hari yang lalu, ibu Tessa meninggal. Tidak seperti kebiasaan di kampung itu yang melakukan kenduri selama masa takziah. Tessa bersama Bapak dan abangnya menyegerakan penyelesaian segala hutang piutang beliau. Selanjutnya, Mereka melakukan pembagian harta warisan.

Sebelum harta berbentuk perhiasan dibagikan, Tessa terlebih dahulu mengambil perhiasan-perhiasan yang diberikan padanya semasa ibunya masih hidup. 

"ini milikmu, pakailah." tessa mengingat kembali saat ibunya menyerahkan cincin, gelang, anting, dan kalung itu. Tapi, karena Tessa tidak terlalu suka menggunakan perhiasan, maka dia meminta ibunya untuk menyimpan barang-barang tersebut. 

Tessa menyangka bapak dan abangnya sudah mengetahui tentang kepemilikannya pada perhiasan itu. Sehingga, dia mengambil sendiri barang-barang itu dari lemari, sebelum timbul fitnah dari anggota keluarga lain saat melihat mereka berbagi harta peninggalan ibunya.

"Bang, aku titip kau yang bawa perhiasan ini ya. Agak takut aku membawanya nanti naik bus." Pesan Tessa pada abangnya, saat abangnya pamit pulang terlebih dahulu. Dia merasa abangnya yang membawa kendaraan pribadi akan lebih aman membawa barang tersebut.

Ternyata itu adalah pesan yang dia sesali kemudian. "kalau saja ngga kutitip samamu bang, tentu kau ga tahu berapa banyaknya." raungnya dalam kamar. 
"Mak, udah betulnya yang kubuat ini mak?" lanjutnya kemudian.

Tessa menangis tak henti menyesali tindakannya. Menyesal menitipkan barangnya. dan ia menyesal telah menghardik abangnya sendiri. "dosa aku mak.." katanya. 
"ga mau aku mamak tersiksa dalam kubur karena kami salah membagi waris mak.. " katanya lagi.

Sepanjang malam tessa meraung, memanggil-manggil mamanya. dalam pikirannya hanya ada penyesalan dan penyesalan. Hingga ia pingsan tak sadarkan diri.

Azan subuh membangunkan Tessa, sejenak ia terlupa kenapa ia bisa tertidur di lantai. Seperti robot dalam mode otomatis. Dia langsung menuju kamar mandi membersihkan diri dan mengambil air wudhu, seperti biasa.

Di kamar mandi, kenangannya pada mamak kembali muncul. "Biasanya mamak subuh-subuh gini udah mengetuk-ngetuk pintu membangunkan." bisiknya dalam hati. 
Dan kenangan ini kemudian membawanya pada kejadian tadi malam. Dia tidak habis pikir, kenapa abangnya bisa berbuat demikian. "Apakah abang sudah sepicik itu mengenal harta." pikirnya. 
"Atau memang ada hal lain yang membuat abang tertekan hingga tega membuatnya seperti ini?" dia mencoba memperkirakan.

Iqamah yang terdengar dari mesjid diseberang rumah menyadarkannya dari percakapan dikepalanya itu. Segera dia mengerjakan salat subuh dan berdoa setelahnya. 

Tidak banyak pekerjaan yang menunggu tessa hari ini. Hanya urusan administrasi pensiunan mamak yang nanti selesaikan di kantor Lurah. Selebihnya, Ia masih dalam masa berkabung dan mengambil cuti dari kantor. Dia ingin menemani bapak dirumah menghabiskan masa-masa cutinya.

"Pak.. Keprak.."

Terdengar suara kayu yang dibelah dari halaman belakang. Setiap pagi bapak membelah beberapa kayu yang diangkut dari kebun untuk jadi kayu bakar. Seperti pagi ini.

Meski ada kompor gas, bapak masih suka menanak nasi pakai kayu bakar. "Nasi yang di masak dengan kayu itu lebih enak nak. seperti ada tinggal bau asapnya pada nasinya, sehingga cuma dikasih garam pun udah pas rasanya." kata bapak dulu waktu kutanya tentang itu.

Tessa berjalan menuju dapur dan mengambil tempat duduk di muka pintu. Tessa suka menikmati pemandangan bapaknya yang sedang membelah kayu bakar. Umurnya yang hampir 70 tahun tidak terlihat. Otot-otot pekerja dari bisepnya yang timbul seakan menghalangi usia itu.

Melihat Tessa datang, Bapak kemudian melemparkan senyum padanya. Biasanya, Tessa berbagi cerita dengan bapak disaat seperti ini. Mulai dari cerita kucing oren, sampai pada masalah pekerjaan, Tessa bagikan pada bapaknya. Tapi, kali ini Tessa hanya diam. Matanya mengarah pada kayu-kayu yang terbelah, namun pikirannya masih tertuju pada kejadian semalam.

"Apakah bapak sudah tahu kejadian semalam?" pikir tessa.

Tanpa tessa sadari, ternyata bapak memperhatikan tingkah laku tessa dari tadi. Tatapan Matanya yang kosong membuat bapak tahu kalau anak gadisnya sedang memikirkan sesuatu.

"Nak, takdir itu tidak bisa dikejar dan dihalang-halangi. doakan mamakmu semoga saja dia ditempatkan ditempat terbaik disisi Allah dan dia jadikan kuburnya sebagai taman surga." kalimat bapak menyadarkan tessa.

"ehh.. iya pak." jawab Tessa gelagapan menjawab kalimat bapak.

"kalau kau melamun terus nanti malah kamu berpikir yang ngga-ngga pada Tuhanmu. sedangkan kalian sudah sejauh ini untuk mendekatkan diri padanya." lanjut bapak sambil mengambil tempat duduk di samping tessa. 

kemudian dia melanjutkan. "Bapak menerima tidak mengikuti adat istiadat disini demi kalian yang lebih berilmu dari bapak. Tapi, kalau kalian tidak bisa menguatkan bapak, bagaimana bapak bisa kuat dengan cemoohan orang sekampung nak?" katanya.

"Apakah aku harus menceritakan hal ini pada bapak?" pikirnya setelah mengetahui bahwa bapak tidak tahu tentang kejadian semalam.
"Tapi, bagaimana kalau nanti bapak terkejut mendengar anaknya bertengkar perkara harta warisan?" pikirnya lagi.
"Lalu, bagaimana kalau nanti bapak marah dan darah tingginya naik lagi?" akh, aku takut membayangkannya pikir Tessa.

Tessa kemudian bangkit dari tempat duduknya dan mengambil kayu bakar yang sudah dikumpulkan bapak. Dia tidak mencoba mencari jawaban pada berbagai pertanyaan yang hadir di kepalanya.

Pikirannya kemudian dialihkan pada hal yang lain. Hal paling berharga bagi bapak, namun tidak diwariskan ibunya dulu. Tentang bagaimana cara menghidupkan api pada kayu-kayu bakar itu.  Untuk memasak nasi seperti yang dulu biasa ibu lakukan.

Related Posts
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Posting Komentar

Sticky Note