n1ljWYmZyLaHa1TMPYBBtiqVcQolSr0KLMIOwgVb

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Mengenai Saya

Menjaga Harga dan Diri

Menjaga Harga dan Diri
Di Posting Oleh : PAKNAI
Kategori :

menjaga harga diri

Apa yang paling mempengaruhi manusia?
Semua orang rela bekerja setiap hari untuk memperoleh uang. Mereka yang tidak keberatan untuk berangkat pagi dan pulang malam demi menghasilkan uang. Mungkinkah kamu bukan salah satu dari mereka?

Selain uang, apakah ada hal lain yang membuat orang rela untuk berpanas-panas disiang hari atau menunggu hujan reda sampai malam hari? Aku menyebutnya gairah.

Namun gairah hari ini sudah diarahkan pada satu tujuan, yaitu uang. Uang menjadi gairah utama dalam menjalankan aktifitas. Bahkan untuk membantu orang lain pun, uang menjadi salah satu indikator penunjangnya. Sehingga perbedaan nyata antara mereka yang termotivasi oleh gairah dan uang sudah setipis daun serai.

Sulit untuk membedakannya. Dulu, ada penulis yang rela tidak dibayar asalkan karyanya bisa terdistribusi kemana-mana. Tapi sekarang, industri telah merusak mental mereka.

Gesekan yang terjadi pada mereka dengan uang membuat para penulis dan seniman ini mandeg. Mereka memilih diam. Sebab karyanya tidak diberi harga.

Kenapa terjadi perubahan mindset seperti ini?

Tidak ada lagi orang yang mementingkan harga diri. Hari ini, harga diri sudah dibagi menjadi dua kata yang tidak koheren satu sama lain. Harga fokus pada nilai uang, dan diri sebagai objeknya.

Kini, kita sudah menjadi objek dari nilai uang. Tidak jauh berbeda dengan mereka yang menjual diri dipinggir jalan atau di tempat-tempat khusus. Kita menilai diri sendiri kita dengan uang.

Hal ini bertentangan dengan apa yang diajarkan bapak dulu. 
15 tahun yang lalu, salah seorang keluarga jauh datang kerumah. Dia menawarkan pada bapak untuk membeli sebidang tanah. Tanah itu bukan miliknya, melainkan punya orang lain. Tapi, dia memiliki minat pada tanah tersebut.
"Nanti kalau aku punya uang aku ambil tanah itu pun." katanya.
Pada saat itu aku mengingat bapak tidak memberi jawaban pada pernyataan itu. Dan, akhirnya bapak  membeli tanah tersebut.
Setahun kemudian dia datang lagi. Dengan menyodorkan sepiring nasi putih ditambah dengan ikan mas digulai arsik diatasnya kehadapan bapak. Dia kemudian menyampaikan niatnya.
"inilah pun, kami berikan nasi sebagai perantara kami untuk meminta pada pun. Adapun keinginan kami adalah mengambil kembali sebidang tanah yang pernah kita bicarakan dulu." katanya sambil memegang nampan nasi yang ada dihadapan bapak.
Aku yang ada di acara itu merasa terkejut dengan kejujuran saudara ini. Dan aku semakin dikejutkan dengan nominal uang yang diberikan untuk menebus tanah itu.
"ini pun uangnya, nominalnya sama dengan nominal yang pun keluarkan untuk membelinya dulu." katanya.
Aku menunggu jawaban dari bapak. "bagaimana mungkin orang menerima pembelian tanah dengan harga yang sama dengan setahun yang lalu saat dia membelinya." pikirku.
Tapi, bapak memberiku pelajaran hari itu.
"aku terima uang ini sebagai tebusan atas tanah itu." katanya.

Setelah mereka pulang, aku mempertanyakan keputusan bapak yang kuanggap tidak logis.
"Kata-kata lebih berharga dari pada uang." katanya sambil berjalan menjauh dariku.

Harga diri tidak terkait dengan uang. Prinsip dan karakterlah yang membentuknya. Meski ajaran bapak berbeda dengan yang dipertontankan sekarang. Dimana setiap orang dianggap berharga jika bisa menghasilkan uang.

Lihat saja, berapa banyak politisi yang tidak kompeten dalam mengambil keputusan tapi tetap memaksakan diri untuk duduk di gedung kura-kura? Mereka menilai diri mereka dengan berapa banyak modal yang keluar sebagai biaya mengambil kursi disana.

Tapi, apakah mereka jadi berharga?

Mungkin kamu bilang tidak. Tapi, undang-undang menjamin harga diri mereka dengan posisi tersebut. 

Lalu bagaimana selanjutnya?

Kamu yang bisa menentukan sendiri dengan menjawab pertanyaan; "apakah aku harus pasrah dengan menjajakan diri untuk setumpuk uang?"
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Posting Komentar

Sticky Note